Muhammad Yamin
dalam Sidang Pertama BPUPK menjadi pembicara pada tanggal 29 Mei 1945 untuk
memberikan pandangannya mengenai usulan dasar negara Indonesia Merdeka. Usulan dasar
negara Muhammad Yamin diberi judul “Azas Dasar Negara Kebangsan Republik Indonesia”.
Ada lima subjudul dalam konsepsi tersebut, yaitu: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri ke-Tuhanan; 4) Peri Kerakyatan; dan 5) Kesejahteraan Rakyat. Fokus penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan menggali nasionalisme Indonesia dalam pandangan
Muhammad Yamin yang secara khusus terdapat dalam usulan dasar negara “Peri Kebangsaan”.
Hasil penelitian yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut.
Muhammad Yamin
meletakan usulan dasar negara “Peri Kebangsaan” dalam urutan pertama. Pada
pidatonya tentang “Peri Kebangsaan”, Muhammad Yamin menyatakan bahwa:
Negara baru yang akan kita bentuk, adalah
suatu negara kebangsaan Indonesia atau suatu nationale staat atau suatu Etat National yang sewajar dengan peradaban kita dan menurut susunan
dunia sekeluarga di atas dasar kebangsaan dan ketuhanan. Negara Indonesia ini
ialah sebagian menjadi pelaksanaan keinginan rakyat Indonesia sekarang dan
sebagian lagi sebagai usaha dalam beberapa ratus tahun. Keinginan itu sumbernya
dalam nasionalisme atau dalam dasar kebangsaan yang mengikat kita seturunan dan
sesama kemauan, bukanlah menurut nasionalisme lama, melainkan menurut
nasionalisme baru, yang berisi faham hendak mempersatukan rakyat dalam ikatan
sejarah yang dilindungi mereka (Sekretariat Negara, 1995:11).
Kutipan pidato
Muhammad Yamin di atas, analisis konteksnya adalah sebagai berikut.
1.
Pelibat Wacana dalam kutipan di atas bukan hanya
Muhammad Yamin sebagai pembicara yang mengusulkan dasar negara untuk negara
yang akan dibentuk, melainkan mewakili seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
dibuktikan dalam penggunaan kata ganti kita. Kata ganti kita diucapkan sebanyak
tiga kali oleh Muhammad Yamin, yaitu pada saat menyebut: “Negara baru yang akan
kita bentuk”, “Suatu Etat National yang sewajar dengan peradaban kita”,
dan “Nasionalisme atau dalam dasar kebangsaan yang mengikat kita seturunan dan sesama
kemauan”. Pronomina kita merupakan pronominal jamak yang mengidentifikasikan bahwa
orang yang berbicara sedang bersama dengan orang lain, termasuk yang diajak
bicara. Dalam hal yang lebih jauh, khususnya dalam hal ideologi, pronomina
kita, membentuk suatu bangunan sikap yang mencerminkan kebersamaan antara kamu
dan aku.
2.
Medan Wacana dalam kutipan di atas dapat dibagi
menjadi dua ranah, yaitu ranah jangka pendek dan jangka panjang. Muhammad Yamin
menyatakan bahwa: “Negara Indonesia ini ialah sebagian menjadi pelaksanaan
keinginan rakyat Indonesia sekarang dan sebagian lagi sebagai usaha dalam
beberapa ratus.” Tujuan jangka pendek, nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad
Yamin adalah sebagai wujud untuk pelaksanaan keinginan rakyat Indonesia hendak
mendirikan Negara Indonesia, sedangkan tujuan jangka panjang nasionalisme
Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin adalah nasionalisme sebagai sebuah
usaha dalam beberapa ratus tahun. Pada tujuan jangka panjang, pandangan Muhammad
Yamin dapat disebut sebagai pandangan nasionalisme Indonesia yang memiliki
karakteristik dinamis, artinya nasionalisme merupakan sebuah proses yang terus
berlangsung dan Muhammad Yamin membatasi dengan waktu “ratus tahun”.
3.
Modus wacana dalam kutipan pidato di atas
disampaikan Muhamamad Yamin secara monolog dengan medium lisan.
Terdapat beberapa
hal penting tentang nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin. Pertama,
Negara Indonesia yang ingin dibentuk adalah suatu negara nationale staat atau
suatu Etat National yang sewajar dengan peradaban kita dan menurut
susunan dunia sekeluarga di atas dasar kebangsaan dan ketuhanan. Kedua,
nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin memiliki karakteristik
dinamis. Ketiga, nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nasionalisme lama yang sudah tidak
bisa dipakai lagi sebagai dasar Negara Indonesia dan nasionalisme baru yang
dapat digunakan untuk mempersatukan rakyat dalam ikatan sejarah. Poin penting
di atas kemudian dijabarkan lagi penjelasannya oleh Muhammad Yamin dalam kutipan
sebagai berikut.
Inilah lain dan bedanya nasionalisme
Indonesia zaman sekarang daripada usaha rakyat Indonesia mendirikan susunan
kenegaraan Indonesia waktu terbentuk dalam negara Syailendra-Sriwijaya (600–1400)
yang beratus-ratus tahun lamanya; di sanalah bedanya usaha kita sekarang
daripada rakyat Indonesia waktu mendirikan Negara Indonesia kedua, seperti
terbentuk dalam Kerajaan Majapahit (1293–1525). Negara Indonesia pertama
dibentuk dan dijunjung oleh rakyat keturunan yang memakai kedatuan yang selaras dengan
kepercayaan purbakala (kesaktian magie)
dan agama Budha Mahayana. Negara Indonesia kedua disusun atas faham keperabuan, dan bersandar kepada
panduan agama Syiwa dan Budha, menjadi agama Tantrayana. Negara Indonesia
ketiga yang akan datang adalah pula negara kebangsaan dan berke-Tuhanan
(Sekretariat Negara, 1995:11).
Kutipan pidato
Muhammad Yamin di atas, berikut ini adalah analisis konteksnya.
1.
Pelibat Wacana adalah Muhammad Yamin. Dalam
kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Muhammad Yamin pada saat berbicara
memposisikan diri sebagai seorang ahli sejarah Indonesia.
2.
Medan Wacana dalam kutipan di atas dalam ranah
pengalaman dari Muhammad Yamin yang melihat bahwa proses nasionalisme Indonesia
merupakan proses yang tidak dapat dilepaskan dari ikatan sejarah sebelumnya.
3.
Modus Wacana disampikan dengan cara persuasif,
yaitu mengajak pelibat wacana lain (peserta Sidang Pertama BPUPK) untuk kembali
melihat sejarah kebangsaan Indonesia.
Kutipan teks
pidato Muhammad Yamin di atas memiliki hubungan yang erat dengan kutipan teks sebelumnya.
Pada kutipan sebelumnya, Yamin membagi nasionalisme Indonesia dalam dua klasifikasi,
yaitu nasionalisme lama dan nasionalisme baru. Nasionalisme tua menurut
pandangan Muhammad Yamin adalah nasionalisme pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit, sedangkan nasionalisme baru dalam pandangan Muhammad Yamin adalah
Negara Kebangsaan Indonesia Merdeka. Tidak hanya mengklasifikasikan nasionalisme
Indonesia menjadi dua, Muhammad Yamin juga membagi tahap fase Negara Kebangsaan
(Etat National), menjadi tiga, yaitu: pertama, Negara Kebangsaan
Zaman Sriwijaya, kedua, Negara Kebangsaan Zaman Majapahit, dan ketiga,
Negara Kebangsaan Indonesia Merdeka.
Menurut Muhamamd
Yamin, setiap fase negara kebangsaan memiliki dasarnya nasionalisme yang
berbeda-beda. Negara Kebangsaan Pertama (Kerajaan Sriwijaya) dibentuk dan
dijunjung oleh rakyat keturunan yang memakai kedatuan yang selaras
dengan kepercayaan purbakala (kesaktian magie) dan agama Budha Mahayana.
Negara Kebangsaan Kedua (Kerajaan Majapahit) disusun atas faham keperabuan dan
berdasar kepada panduan agama Syiwa dan Budha (gabungannya menjadi agama
Tantrayana). Terakhir, Negara Kebangsaan Ketiga (Negara Kebangsaan Indonesia
Merdeka) yang berdasar pada kebangsaan dan berke-Tuhanan.
Pandangan
Muhammad Yamin tentang tiga fase negara kebangsaan di atas apabila dilihat memiliki
persamaan, yaitu menekankan pada prinsip kebangsaan dan ke-Tuhanan yang tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Hal tersebut mencerminkan karakteristik
nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin yang bersifat religius
(tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan) yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman yang sedang terjadi ketika negara kebangsaan tersebut
disusun. Bukti eksplisit bahwa dasar kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari sifat religius dapat dilihat dari penggabungan: 1) Negara
Indonesia Pertama (Sriwijaya) memakai dasar kedatuan dan berlandaskan kepercayaan
magis dan agama Budha Mahayana; 2) Negara Indonesia Kedua (Majapahit) memakai
dasar keperabuan dan bersandar pada panduan agama Syiwa dan Budha (digabung
menjadi agama Tantrayana); dan 3) Negara Indonesia Ketiga yang akan datang
memakai dasar kebangsaan dan berke-Tuhanan.
Karakteristik nasionalisme
Indonesia menurut Muhammad Yamin selanjutnya dari kutipan teks pidato di atas
adalah nasionalisme yang memiliki kepercayaan diri. Kepercayaan diri dalam nasionalisme
Indonesia oleh Muhammad Yamin didapatkan dari kenangan akan kejayaan masa lalu.
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah menjadi inspirasi bagi Muhammad
Yamin karena telah berhasil menjadi suatu negara kebangsaan. Muhamamad Yamin
merefleksikan sejarah untuk menunjukkan kebanggaan terhadap masa lalu Indonesia
yang ternyata pernah mengalami masa kejayaan.
Pada pidato
selanjutnya Muhammad Yamin mengatakan bahwa dasar kedatuan atau keprabuan tidak
bisa digunakan lagi menjadi dasar Indonesia Merdeka. Dasar tersebut sudah tidak
dapat dipakai karena rakyat Indonesia sudah mengalami perubahan, aspirasi
rakyat sekarang sudah jauh dari zaman Kerajaan Sriwijaya dan zaman Kerajaan Majapahit,
agama sudah berlainan, pemikiran rakyat sudah berbeda, dan susunan dunia juga
sudah berbeda (Sekretariat Negara, 1995:11– 12). Kemudian Muhammad Yamin
menguraikan tentang dasar negara yang sesuai dengan perkembangan zaman di
Indonesia saat itu. Kutipan Muhammad Yamin tentang dasar negara Indonesia yang
sesuai dengan perkembangan zaman adalah sebagai berikut.
Walaupun demikian, rakyat Indonesia mesti
mendapat dasar negara yang berasal daripada peradaban kebangsaan Indonesia;
orang Timur kembali pulang kepada kebudayaan Timur. Itulah sebabnya, maka dasar
kebangsaan bagi negara Indonesia hendaklah dicari tidak dalam susunan negara bagian atas dalam zaman dahulu,
walaupun dalam zaman emas sekalipun, karena dalam 400 tahun ini sejak runtuhnya
kerajaan kedua, tradisi tidak bersambung lagi sampai sekarang. Juga tidak boleh
lagi bercermin atau meniru-niru dasar susunan kerajaan kecil-kecil sesudah tahun
1500. Nasihat ini dapat diberi alasan dengan menyelediki keadaan susunan tanah
Indonesia seluruhnya diliputi oleh negara malahan pula seluruh Indonesia
tidaklah habis terbagi atas beberapa kerajaan. Kerajaan-kerajaan kita dalam
masa kegelapan ini tidak mempunyai daerah yang terbatas, tidak mempunyai
pembagian pemerintahan yang tetap, dan penduduknya tidak berhubungan dengan
kerajaan-kerajaan itu secara perhubungan keputraan negara. Pada waktu itu banyaknya
kerajaan daerah di tanah Indonesia adalah kira-kira 300 buah (Sekretariat
Negara, 1995:12).
Kutipan
Muhammad Yamin di atas, analisis konteksnya adalah sebagai berikut.
1.
Pelibat Wacana dalam kutipan teks di atas adalah
Muhammad Yamin yang sedang memberikan penegasan usulan dasar negara “Peri Kebangsaan”
Indonesia Merdeka.
2.
Medan Wacana dalam kutipan di atas, dapat dibagi
menjadi dua tujuan, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
Pembahasan mengenai dasar negara seperti yang termuat dalam kutipan di atas,
tujuan jangka pendeknya adalah memberikan penegasan dasar negara Indonesia
semestinya berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia. Tujuan jangka panjang adalah
penetapan unsur-unsur kelengkapan Negara Republik Indonesia di masa mendatang
yang tersirat dalam kalimat: “Kerajaan-kerajaan kita dalam masa kegelapan ini
tidak mempunyai daerah yang terbatas, tidak mempunyai pembagian pemerintahan
yang tetap, dan penduduknya tidak berhubungan dengan kerajaan-kerajaan itu secara
perhubungan keputraan negara (Sekretariat Negara, 1995:12).
3.
Modus Wacana disampaikan secara persuasif, yaitu
membujuk secara halus untuk meyakinkan peserta Sidang Pertama BPUPK bahwa dasar
negara Indonesia semestinya adalah dasar negara yang berasal dari peradaban
bangsa Indonesia.
Berdasarkan data
primer dan analisis konteks yang telah dilakukan, ada beberapa poin penting yang
dapat ditulisan adalah sebagai berikut.
Pertama,
karateristik nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin adalah
nasionalisme Indonesia yang sesuai dengan peradaban Indonesia. Peradaban yang
dipilih oleh Muhammad Yamin seperti yang sudah dibahas sebelumnya adalah
peradaban yang disesuaikan dengan peradaban rakyat Indonesia zaman sekarang
(kata sekarang menunjuk pada waktu ketika Sidang BPUPK dilaksanakan, yaitu
tanggal 29 Mei 1945). Lebih lanjut, Muhammad Yamin menyatakan bahwa, “Orang
Timur kembali pulang ke kebudayaan Timur”. Kata “Timur” yang dimaksud Muhammad
Yamin adalah Asia. Munculnya kalimat kembali ke kebudayaan Timur barangkali merupakan
manifestasi atas sikap Muhammad Yamin yang menolak menerima dasar kebangsaan Indonesia
dari kebudayaan lain, misalnya kebudayaan Barat.
Pandangan
Muhammad Yamin tentang nasionalisme Indonesia harus sesuai peradaban Indonesia kemudian
ditegaskan lagi dalam pernyataan untuk tidak meniru dasar susunan bangsa atau
negara lain. Ada tiga kali pernyataan yang menyatakan keinginan untuk tidak
meniru. Pernyataan pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
Walaupun begitu, kita tidak berniat lalu
akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia
masuk yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya (Sekretariat
Negara, 1995:12).
Negara Indonesia disusun tidak dengan
meminjam atau meniru negeri lain, dan bukan pula salinan daripada jiwa atau
peradaban bangsa lain, melainkan semata-mata kelengkapan yang menyempurnakan
kehidupan bangsa yang hidup berjiwa di tengah-tengah rakyat dan tumpah darah
yang menjadi ruangan hidup sejak purbakala; kelengkapan itu hendaklah sesuai
dengan keinginan rakyat Indonesia sekarang (Sekretariat Negara, 1995:13).
Pokok-pokok aturan dasar Negara Indonesia
haruslah disusun menurut watak peradaban Indonesia, dan jikalau hanya dengan
meniru atau menyalin constitutie negara lain, maka negara tiruan yang akan
dipinjamkan kepada Indonesia tentulah tidak akan hebat dan dalam sedikit waktu
saja akan jatuh layu sebagai bunga patah di tangkai (Sekretariat Negara, 1995:13–14).
Perbuatan meniru dalam upaya mencari dasar
negara Indonesia di akhir pidato Muhammad Yamin tentang usulan dasar negara
“Peri Kebangsaan” pada akhirnya diperbolehkan dengan syarat perbuatan meminjam,
menyalin, meniru, dan turut-turutan dari hukum dasar atau peradaban luaran
hanyalah boleh dijadikan sebagai cermin saja. Kita tidak menghargakan bayangan
dalam cermin, melainkan semata-mata berkeinginan untuk memberi wujud dan pelaksanaan
kepada kemauan jiwa dan keinginan rakyat Indonesia (Sekretariat Negara,
1995:14).
Kedua,
terkait penetapan unsur-unsur yang harus dipikirkan untuk melengkapi berdirinya
sebuah negara. Unsur-unsur tersebut adalah wilayah, penduduk (rakyat), dan
pemerintahan. Muhammad Yamin memiliki pandangan bahwa dasar kebangsaan bagi negara
Indonesia tidak bisa dicari dalam susunan negara bagian atas (Sriwijaya
dan Majapahit) dan tidak boleh menggunakan susunan negara bawahan (negara
kecil-kecil yang jumlahnya hampir 300 kerajaan). Ada beberapa sebab mengapa
unsur-unsur esensial berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak bisa bercermin
dari negara bagian atas dan negara bawahan zaman dahulu, alasan tersebut
adalah:
1) Wilayah: Muhammad Yamin
mempunyai pandangan bahwa susunan tanah (wilayah) Indonesia haruslah diliputi
seluruhnya oleh Negara Kebangsaan Indonesia, bukan seperti pada zaman dahulu
yang tidak habis terbagi oleh beberapa kerajaan-kerajaan. Yamin memiliki
pandangan bahwa kebangsaan Indonesia haruslah disertai dengan wilayah atau
daerah yang memiliki batas batas yang jelas dan tegas; 2) Penduduk pada zaman
dahulu tidak berhubungan dengan kerajaan kerajaan itu secara perhubungan
keputraan negara (tidak memilki kewarganegaraan); dan 3) Pemerintahan pada
zaman dahulu pembagiannya tidak tetap. Terkait pembagian pemerintahan, Yamin
menyebutkan dalam pidatonya bahwa kerajaan-kerajaan pada zaman dahulu
berdasarkan negara-pusaka (etaats patrimonies) atau negara-kekuasaan (etaats
puissances).
Pandangan
Muhammad Yamin tentang unsur-unsur esensial negara selanjutnya terdapat dalam pidato
yang disampaikan selanjutnya. Kutipan pidato Muhammad Yamin tentang unsur-unsur
negara adalah sebagai berikut.
Dengan penuh keyakinan, bahwa negara itu
berhubungan rapi hidupnya dengan tanah air, bangsa, kebudayaan, dan kemakmuran
Indonesia, seperti setangkai bunga berhubungan rapi dengan dahan dan daun,
cabang dan urat bersama-sama dengan alam dan bumi; bernyawa sehat, maka kewajiban kita yang pertama kali menyusuli
dasar hidup kita ke dalam pangkuan haribaan kita sendiri, sebelumnya kita
membicarakan bentuk, cara memerintah dan susunan Pemerintah nanti. Negara
Indonesia disusun tidak dengan meminjam atau meniru negeri lain, dan bukan pula
salinan daripada jiwa atau peradaban bangsa lain, melainkan semata-mata
kelengkapan yang menyempurnakan kehidupan bangsa yang hidup berjiwa di
tengah-tengah rakyat dan tumpah-darah yang menjadi ruangan hidup sejak
purbakala; kelengkapan itu hendaklah sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia
sekarang. (Sekretariat Negara, 1995:13).
Kutipan
Muhammad Yamin di atas, analisis konteksnya adalah sebagai berikut.
1)
Pelibat Wacana dalam kutipan di atas adalah
Muhammad Yamin.
2)
Medan Wacana pada kutipan di atas adalah dalam
ranah pengalaman. Ranah pengalaman pada kutipan di atas adalah proses Muhammad
Yamin untuk menyakinkan bahwa Negara Indonesia yang akan dibentuk merupakan
penyempurnaan kehidupan bangsa Indonesia yang sudah hidup dan tumpah-darah yang
menjadi ruangan hidup sejak purbakala.
3)
Modus Wacana dalam kutipan di atas adalah
Muhammad Yamin berbicara dengan penuh keyakinan tentang hubungan negara dengan
tanah air, bangsa, kebudayaan, dan kemakmuran Indonesia.
Muhammad Yamin
memiliki pandangan bahwa sebuah negara mempunyai hubungan yang rapi dengan
tanah air, bangsa, kebudayaan, dan kemakmuran Indonesia. Yamin mengibaratkan
negara dengan metafora setangkai bunga. Setangkai bunga (negara) tersusun atas
dahan (tanah) dan daun (air), cabang (bangsa) dan urat (kebudayaan) yang
bersama-sama dalam alam dan bumi akan memberikan setangkai bunga yang bernyawa
sehat (kemakmuran Indonesia). Metofora “Setangkai Bunga” Muhammad Yamin apabila
diartikan lebih jauh lagi adalah tanah dan air merupakan satu kesatuan landasan
fisik negara Indonesia, bangsa dan kebudayaan (unsur subjektif) merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan juga, dan kemakmuran Indonesia merupakan tujuan
yang hendak dicapai Negara Indonesia. Pandangan berikutnya tentang negara yang
disampaikan oleh Muhammad Yamin adalah negara merupakan sebuah kelengkapan yang
mesti diadakan untuk menyempurnakan kehidupan bangsa yang sudah tinggal dalam
tumpah-darah Indonesia (ruangan hidup). Negara Indonesia merupakan perwujudan
dari keinginan rakyat Indonesia sekarang.
Keinginan dari
rakyat Indonesia untuk mendirikan sebuah negara kebangsaan sudah dijelaskan
Muhammad Yamin hendaknya memiliki karakteristik sesuai dengan peradaban bangsa
Indonesia. Peradaban-peradaban seperti apa yang dimaksud oleh Muhammad Yamin
yang mencirikan nasionalisme Indonesia dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dan sifat keinginan itu memang dapat disusul
dengan jelasnya dalam peradaban bangsa Indonesia yang memeluk agama dan hidup
beradab dan mempunyai pikiran pembaruan, yang menandakan, bahwa yang akan
diberi negara adalah suatu bangsa yang berkebudayaan tinggi, berjiwa dan
berkeadaban luhur. Maka dengan sendirinya si pembicara ini menyusun dasar
negara itu dalam adat, agama, dan otak Indonesia, dan menurut pendapatnya
dalamnya memang memanglah tersimpan persesuaian dasar yang akan menjadi sendi
pembentukan negara (Sekretariat Negara, 1995:13).
Kutipan Muhammad Yamin di atas,
analisis konteksnya adalah sebagai berikut.
1)
Pelibat Wacana pada kutipan Muhammad Yamin
sebagai seorang yang ditunjuk untuk memberikan pendapat tentang usulan dasar
negara. Kata ganti “si pembicara ini” menunjukan bahwa Muhammad Yamin sedang
memposisikan diri sebagai pembicara.
2)
Medan Wacana pada kutipan di atas memuat ranah
pengalaman Muhammad Yamin yang telah merefleksikan berbagai sikap-sikap yang
mencerminkan karakteristik peradaban Indonesia.
3)
Modus Wacana pada kutipan di atas bersifat
persuasif, artinya Muhammad Yamin sedang meyakinkan para peserta Sidang Pertama
BPUPK terhadap pendapat yang sedang dikemukakannya.
Karakteristik
peradaban bangsa Indonesia zaman itu adalah bangsa Indonesia yang memeluk
agama, hidup beradab, dan mempunyai pikiran pembaharuan, sehingga negara yang
akan dibentuk haruslah memuat pokok-pokok dasar suatu bangsa yang berkebudayaan
tinggi, berjiwa, dan berkeadaban luhur.
Berdasarkan
analisis wacana yang telah dilakukan terhadap teks pidato Muhammad Yamin
tentang usulan dasar negara khususnya “Peri Kebangsaan” pada Sidang Pertama
BPUPK tanggal 29 Mei 1945, diperoleh ringkasan hasil penelitian nasionalisme
Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin adalah sebagai berikut.
Pertama,
Peri Kebangsaan atau nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin
memiliki karakteristik dinamis. Dinamis artinya memiliki tujuan jangka pendek
dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek nasionalisme Indonesia sebagai wujud
pelaksanaan keinginan rakyat Indonesia yang hendak mendirikan Negara Indonesia,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah nasionalisme sebagai sebuah usaha
dalam beberapa ratus tahun.
Kedua, Negara
Indonesia yang ingin dibentuk dalam pandangan Muhammad Yamin adalah suatu
negara nationale staat atau suatu Etat National yang sewajar
dengan peradaban Indonesia dan menurut susunan dunia sekeluarga di atas dasar
kebangsaan dan ketuhanan. Hal ini berarti, nasionalisme dalam pandangan
Muhammad Yamin adalah nasionalisme kebangsaan Indonesia.
Ketiga, ada
tiga fase negara kebangsaan Indonesia, yaitu: pertama, Negara Kebangsaan
Zaman Kerajaan Sriwijaya, kedua, Negara Kebangsaan Zaman Kerajaan
Majapahit, dan ketiga, Negara Kebangsaan Indonesia Merdeka. Fase pertama
dan kedua disebut sebagai nasionalisme lama dan fase ketiga disebut sebagai
bentuk nasionalisme baru.
Keempat, nasionalisme
Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin memiliki karakteristik religius (tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan) yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman yang sedang terjadi ketika suatu negara kebangsaan disusun.
Kelima, nasionalisme
Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin adalah nasionalisme yang memiliki
kepercayaan diri. Kepercayaan diri dalam nasionalisme Indonesia Muhammad Yamin
didapatkan dari kenangan akan kejayaan masa lalu seperti kejayaan Kerajaan Sriwijaya
dan Kerajaan Majapahit.
Keenam, karakteristik
nasionalisme Indonesia dalam pandangan Muhammad Yamin selanjutnya adalah
nasionalisme atau kebangsaan Indonesia yang sesuai dengan peradaban Indonesia
yang tidak meniru dasar kebangsaan bangsa atau negara lain. Peradaban yang
dimaksud adalah peradaban yang disesuaikan dengan peradaban Indonesia sekarang.
Karakteristik peradaban bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia yang memeluk
agama, hidup beradab, dan mempunyai pikiran pembaharuan, sehingga negara yang
akan dibentuk haruslah memuat pokok-pokok dasar suatu bangsa yang berkebudayaan
tinggi, berjiwa, dan berkeadaban luhur.
Ketujuh, sebuah
negara harus memiliki unsur-unsur esensial, yaitu wilayah, penduduk, dan
pemerintahan. Terkait unsur wilayah, Muhammad Yamin memiliki pandangan bahwa
bangsa Indonesia haruslah disertai dengan wilayah atau daerah yang memiliki
batas- batas yang jelas. Yamin menambahkan juga metafora negara dengan sebutan
“Setangkai Bunga”. Menurut Yamin, Setangkai bunga (negara) tersusun atas dahan
(tanah) dan daun (air), cabang (bangsa) dan urat (kebudayaan) yang bersama-sama
dalam alam dan bumi akan memberikan setangkai bunga yang bernyawa sehat
(kemakmuran Indonesia). Metofora “Setangkai Bunga” Muhammad Yamin apabila
diartikan lebih jauh lagi adalah tanah dan air merupakan satu kesatuan landasan
fisik negara Indonesia, bangsa dan kebudayaan (unsur subjektif) merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan juga, dan kemakmuran Indonesia merupakan tujuan
yang hendak dicapai Negara Indonesia.